Keputusan MK bukan soal mendiskualifikasi Prabowo-Gibran

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengeluarkan putusannya terkait sengketa Pilpres 2024 yang diajukan paslon 01 Anies Bawesdan-Muhaimin Iskandar dan paslon 02 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Paslon 01 meminta agar Gibran Rakabuming Raka didiskualifikasi sebagai cawapres Prabowo Subianto sebagai paslon 02. Sementara paslon 03 mendiskualifikasi paslon Prabowo-Gibran.

Keputusan delapan hakim MK yang menyidangkan, lima menolak semua gugatan paslon 01 dan 03, sedangkan tiga hakim menyatakan dissenting opinion- berpendapat berbeda.

Tiga hakim tersebut adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat. Kendati para hakim yang berbeda pendapat tersebut tidak memengaruhi putusan majelis hakim, namun dalam pandangan subjektif saya, ini bukan soal mendiskualifikasi paslon 02.

Tapi adalah soal legitimasi yang kuat dari hakim lembaga tinggi negara (MK) yang menyatakan bahwa memang benar ada kecurangan yang terstruktur, masif dan sistematis (TSM) akibat penyalahgunaan kekuasaan seorang presiden alias cawe-cawe tidak netral, lantaran anaknya, Gibran maju sebagai cawapres.

Dan perbedaan pendapat tersebut menjadi pertama dalam sejarah penanganan sengketa pilpres selama ini. Ibarat kata ada hakim MK yang menyatakan “adanya kecurangan” dalam Pilpres 2024 lalu, dan ini bakal tercatat dalam sejarah kepemiluan di Indonesia.

Jadi ini sekali lagi bukan tentang mendiskualifikasi Prabowo-Gibran, tapi soal legitimasi secara hukum bahwa benar adanya cawe-cawe yang dilakukan oleh presiden.

Berikut isi dissenting opinion tiga hakim MK saya kutip dari detik.com:

Hakim Saldi Isra: telah terjadi ketidaknetralan sebagian penjabat (Pj) kepala daerah yang menyebabkan pemilu berlangsung tidak jujur dan adil. Dalil dari paslon 01 soal politisasi bansos dan mobilisasi aparat beralasan menurut hukum. Oleh karena itu MK harus memerintahkan melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa daerah.

Hakim Enny Nurbaningsih: pemberian bansos oleh presiden menjelang pemilu berdampak pada peserta pemilihan karena adanya ketidaksetaraan, permohonan yang diajukan paslon 01 dan 03 beralasan hukum untuk sebagian, ada pejabat yang berkelindan dengan pemberian bansos yang terjadi di beberapa daerah yang menyebabkan telah terjadi ketidaknetralan, mengacu kepada UUD 1945 seharusnya MK memerintahkan melakukan PSU di sejumlah daerah.  

Hakim Arief Hidayat: seharusnya dilakukan PSU di beberapa daerah yakni di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sumatera Utara.

Dari sini akhirnya kita semua bisa belajar.  

Foto: istimewa (tribunnews.com)

Diterbitkan oleh Sonny Majid

Just leave the house if there is an invitation for coffe and discussion.

Tinggalkan komentar